Taktik Licik Sniper Belanda Habisi Nyawa Sisingamangaraja XII – Kisah kelam Perang Batak yang berakhir dengan kematian tragis Raja Sisingamangaraja XII dan kedua putranya menjadi bagian sejarah yang tak terlupakan oleh bangsa ini. Perang Batak terjadi dalam rentang waktu 1878 hingga 1907, sekitar 29 tahun lamanya.
Raja Sisingamangaraja XII sendiri memiliki nama asli Patuan Bosar Ompu Pulo Batu Sinambela.
Dia salah satu bangsawan di negeri ini yang memimpin perjuangan untuk mempertahankan Tanah Air serta tidak pernah mau kompromi dan diplomasi dengan penjajah.
Taktik Licik Sniper Belanda Habisi Nyawa Sisingamangaraja XII – Oleh karena itu, pria kelahiran Bakara, 18 Februari 1845 dan meninggal di Dairi, 17 Juni 1907, sangat marah pada Belanda yang berusaha menjajah tanah Batak.
Menurut catatan, Sisingamangaraja XII dikenal kebal peluru. Sampai akhirnya penjajah Belanda menggunakan cara sadis untuk mengakhiri hidupnya.
Sisingamangaraja XII
Adalah Hans Christoffel, prajurit Korps Marsose (pasukan khusus kolonial Belanda), yang memimpin penyergapan Sisingamangaraja XII di tempat persembunyiannya dipinggir bukit Aek (sungai) Sibulbulon di Desa Si-Onom Hudon (perbatasan antara Kabupaten Tapanuli Utara dengan Kabupaten Dairi yang sekarang)
Dalam pertempuran dengan Korps Marsose, Sisingamangaraja XII gagah berani menghadapi penjajah sambil memegang keris (Piso Gaja Dompak).
Namun, bidikan karaben Kopral Souhoka, penembak jitu pasukan Christoffel menembak tembak tepat di bagian kepala di bawah kuping. Dalam peristiwa itu, salah seorang putri Sisingamangaraja XII, yakni Putri Lopian beserta 2 orang putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi gugur bersama.
Darah yang menempel di badannya ternyata, menjadi titik lemah pahlawan perjuangan bangsa itu. Sisingamangaraja XII pun berhasil dilumpuhkan dengan peluru tajam yang sebelumnya dilumuri darah babi.
Namun, mengenai peluru yang dilumuri darah babi untuk menghabisi nyawa Sisingamangaraja XII masih menjadi perdebatan
Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pemerintah Republik Indonesia nomor 590 tertanggal 19 Novemper 1961.