Bahlil Ingin Persoalan Tambang di Raja Ampat Diselesaikan Secara Adat

Bahlil, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan harapannya agar penyelesaian persoalan tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dapat ditempuh melalui mekanisme adat. al tersebut merespons rencana Bareskrim Polri yang akan menyelidiki aktivitas tambang dari empat perusahaan yang Izin Usaha Pertambangannya (IUP)-nya telah dicabut.

Bahlil

Raja Ampat, sebuah kawasan di Papua Barat yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya, kini menghadapi tantangan besar terkait eksploitasi sumber daya alam. Aktivitas pertambangan nikel yang marak di wilayah ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat adat setempat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan pentingnya penyelesaian masalah ini dengan pendekatan yang menghormati kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat.

Latar Belakang

Sejak tahun 2024, beberapa perusahaan tambang nikel mulai beroperasi di Raja Ampat, termasuk PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) yang mengantongi izin untuk menambang di Pulau Batan Pele dan Pulau Manyaifun seluas 2.193 hektare. Namun, masyarakat adat Suku Betew dan Maya yang mendiami wilayah tersebut menolak keras kehadiran tambang ini. Mereka mengajukan petisi kepada DPRD Kabupaten Raja Ampat pada Maret 2025, menegaskan bahwa wilayah tersebut adalah tanah adat dan kawasan hutan lindung yang memiliki nilai ekologis tinggi . Adat

Masyarakat adat di Raja Ampat menilai bahwa aktivitas pertambangan nikel akan merusak ekosistem yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka. Selain itu, mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses perizinan yang seharusnya melibatkan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Tokoh adat setempat menegaskan bahwa tanah leluhur mereka tidak dapat digantikan dengan uang dan menuntut agar hak-hak mereka dihormati .

Tindakan Pemerintah

Menanggapi protes tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM memutuskan untuk mencabut izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT Nurham, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Keputusan ini diambil setelah ditemukan pelanggaran administratif dan dampak lingkungan yang signifikan. Namun, izin PT Gag Nikel, yang beroperasi di luar kawasan geopark, tetap dipertahankan meskipun sempat dihentikan sementara .

Pendekatan Penyelesaian Secara Adat

Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya pendekatan penyelesaian masalah tambang di Raja Ampat dengan melibatkan masyarakat adat. Ia menyatakan bahwa masyarakat adat tidak hanya sebagai objek dalam proyek tambang, tetapi juga sebagai subjek yang memiliki hak dan peran penting dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam revisi Undang-Undang Minerba, pemerintah mewajibkan perusahaan untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat adat dan menghormati hak-hak mereka dalam proses perizinan .

Tantangan dan Harapan

Meskipun langkah pemerintah untuk mencabut izin tambang di Raja Ampat. Hal ini disambut positif oleh masyarakat adat dan aktivis lingkungan. tHal omo Hal ini merupakan tantangan besar masih dihadapi. Perlu adanya komitmen bersama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan bahwa eksploitasi sumber daya alam tidak merusak lingkungan dan menghormati hak-hak masyarakat lokal. Penyelesaian masalah ini dengan pendekatan adat diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Kasus tambang nikel di Raja Ampat menunjukkan pentingnya melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan terkait sumber daya alam. Pendekatan yang menghormati kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat merupakan langkah penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan adil. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat perlu bekerja sama untuk menjaga kelestarian Raja Ampat sebagai warisan dunia yang tak ternilai harganya.

https://httpparsianforum.com

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*